Thursday, January 25, 2007

QUO VADIS ITB, UI, UGM, IPB?Untuk Melati


PENGANTAR

Membaca tulisan pak Kwik Kian Gie (KKG) di Jawa Pos edisi Selasa, 16 Agt 2005 dengan judul "Pakai Tangan Mafia Berkeley" yang kemudian diperdalam lagi di Blog
site di http://diskusikebudayaan3.blogspot.com/
(bagaimana dan mengapa krisis kebudayaan sedang terjadi di Indonesia); dan
http://analisakebudayaan.blogspot.com/ (apa & bagaimana maha kerusakan telah terjadi di Indonesia akibat ulah generasi tua),
sungguh membuat rasa malu yang sangat dalam bagi saya sebagai alumni UI.
Keterlibatan para dosen UI sebagai Mafia Berkeley yang bersekutu dengan USA dan regim Soeharto dengan menusuk Bung Karno dari belakang (C'oup detat yang merangkak)
menjadikan Indonesia hingga kini terjebak dalam berbagai krisis.
Walau saat ini Indonesia masih dalam krisis, para oknum akademisi UI itu terus lupa diri dengan melakukan pelacuran intelektual menjual bangsanya sebagai abdi luar negeri dan terus setia kepada regim ORBA dan bablasannya.
Saya menghimbau segenap alumni UI untuk membaca tulisan pak KKG dan tulisan yang lebih diperdalam lagi di web site diatas untuk kemudian melakukan refleksi
dan kritik kepada almamater. Mari kita berkabung atas moralitas akademisi UI! Pengantar ini dikutip sepenuhnya dari artikel di forum opini www.plasa.com.

QUO VADIS ITB, UI, UGM, IPB?

Kiranya tidak hanya UI, memang pilu, kelu, dan sendu
memikirkan peran perguruan tinggi top (UI, ITB, UGM,
IPB, ?) di Indonesia. Negara adidaya yang jauh lebih
cerdas dari kita memahami kelemahan budaya kita (Jawa,
yang mayoritas) dengan lebih baik, terutama budaya
balas jasa: diberi sedikit, membalas memberi banyak!
Contoh berbagai budaya balas jasa:
- Para dosennya diberi bea siswa oleh USA, sebagai
balas jasa: sepertiga kekayaan negara ini diberikan
kepada USA dkk.! Dari gas alam di Aceh s/d Free Port
di Irian; dari Sabang hingga Merauke ? USA dkk.lah
Yang paling menikmati kekayaan Indonesia! Keterlibatan
para dosen UI sebagai Mafia Berkeley yang bersekutu
dengan USA dan regim Soeharto dengan menusuk Bung
Karno dari belakang (C'oup detat yang merangkak)
menjadikan Indonesia hingga kini terjebak dalam
berbagai krisis.
- Para dosennya diberi bea siswa oleh Jepang, sebagai
balas jasa: industri negara ini diberikan kepada
Jepang! Hampir tiga puluh tahun industri Jepang
bercokol di Indonesia, namun s/d saat ini kita
dibiarkan hanya sebagai bangsa tingkat perakit dan
konsumen saja!
- Para dosennya diberi bea siswa oleh Jerman, sebagai
balas jasa: di jaman Habibie, kapal2 rongsokan Jerman
yang semestinya dijual sebagai besi kiloan, namun
dibeli kita dengan harga setinggi langit! Majalah
Tempo yang menginvestigasi masalah ini lalu dibredel!
Ketika itu Indonesia membutuhkan SDM yang baik, namun
anggaran pendidikan dihabiskan untuk hobi Habibie ?
pesawat terbang! Teknologi Jerman merajalela,
pendidikan merana; dan sekarang IPTN sekedar menjadi
musium sebuah konspirasi! Dan Habibie sekarang dengan
nikmatnya meninggalkan Indonesia yang sengsara, untuk
kembali sebagai warga negara Jerman yang terhormat dan
berjasa bagi negerinya (Jerman)!
- Diberi berbagai jabatan tertinggi di pemerintahan
(dan jabatan rangkap sebagai dosen) oleh politisi
Jakarta: dari eselon dua, eselon satu, dan menteri.
Level jabatan setinggi ini sudah bersifat politis.
Sebagai balas jasa "dibeli" oleh politisi di
pusat/Jakarta: PTN top ini menjadi tidak kritis sama
sekali, dosennya hanya sebagai alat justifikasi
kebijakan politisi busuk, dan bahkan telah membelokan
arah reformasi, serta mereka ini dipakai untuk
mengendalikan/menundukan para mahasiswa agar PTN top
tsb. tidak menjadi oposisi terhadap pemerintah yang
sedang berkuasa. Ingat, bila mahasiswa di salah satu
dari keempat PTN ini bergolak, maka pada umumnya akan
terjadi bola salju, dimana akan memicu aksi gerakan
diseluruh Indonesia. Sayang sekali, para dosen yang
juga merangkap sebagi pelacur intelektual dan
akademisi selebritis (sengaja sering ditampilkan di TV
oleh politisi Jakarta) ini telah dipakai untuk meredam
bahkan menindas gerakan moralis dan idealis para
mahasiswanya!
- Dan yang paling memprihatinkan kita, para dosennya
diberi bea siswa oleh negara adidaya, sekarang mereka
ini bayak yang menjadi professor doktor, sebagai balas
jasa: nilai tukar rupiah dibiarkan terhina dan
terjajah seperti saat ini, 1 dollar senilai kurang
lebih sepuluh ribu rupiah! Dengan nilai tukar semacam
ini, negara adidaya dapat membeli hasil sumberdaya
alam kita dengan amat sangat murah sekali, kemudian
mengembalikannya sebagai barang setengah jadi atau
jadi (hitech) dengan harga dollar setinggi langit
(dalam rupiah); hasil keuntungannya mereka belikan
lagi bahan2 mentah kita sehingga untung mereka
berlipat-lipat, maka merekalah sesungguhnya penikmat
kekayaan alam Indonesia, bukan rakyat Indonesia
(lihatlah suku Dayak yang tetap mencari kayu bakar
dihutan, lihatlah suku Irian/Papua yang tetap
berkoteka)! Dan kita dibiarkan menjadi negara
eksportir bahan mentah sekaligus konsumen produk
negara maju, bukan negara Industri. Bukankah ini
strategi penjajahan ekonomi yang terselubung namun
> indah sekali? Para Prof. Dr. ini seolah-olah tidak
> mampu lagi atau tidak mau berusaha lagi (atau
> terburuk: justru jadi agen/konspirator negara adidaya)
untuk mengembalikan kehormatan bangsa ini melalui
nilai tukar mata uang yang adil dan beradab!

PRESTASI YANG MENGHERANKAN

Berikut ini contoh prestasi yang membuat bangsa
tercengang, malu, dan prihatin:

- Menteri Pendidikan dan eselon satu duanya DEPDIKBUD
adalah para Prof. Doktor dari PTN top, misal: Dirjen
Dikti: Sumantri ? ITB, Dirjen DiKdasmen: Indrajati ?
ITB, Rektor Universitas Terbuka: Bambang Sutjiatmo ?
ITB; mereka sudah dua kali masa jabatan (Mega & SBY),
dan sekarang menterinya: B. Sudibyo ? UGM. Namun
ternyata kualitas SDM kita tetap amburadul (justru
merosot), budaya KKN nya termasuk tiga besar, dan
sekolah makin mahal dan ijazah palsu (MM, MBA, DR)
menjamur! Dan jangan lupa Pak SBY pun ternyata butuh
gelar DR dari IPB untuk jadi Presiden, bukankah ini
kontradiksi moralitas?
- Menteri Keuangan, Menteri Ekonomi dan Kepala BI
adalah para Prof. Doktor dari dari UI dan UGM (saat
regim Soeharto). Yang curi uang 700 trilyun rupiah
(BLBI) ternyata cukup lulusan Sekolah Dasar, misal:
Liem Swie Liong, Nursalim, Edy Tanzil, Soeharto, Probo
Sutejo, dst. Masak, Profesor kok kalah sama lulusan
SD?
- Regim ORBA mendirikan BPPN: Badan Penyelamat Para
penilep uang Negara. Kalkulasi para ekonom ahli:
mungkin yang kembali cuman 25% saja dari 700 trilyun
dana BLBI yang ditilep itu! Jadi, yang diselamatkan
bukan uang rakyat, tapi justru pencurinya, sungguh
genius/licik! Para konglomerat hitam ini dibantu oleh
para akademisi busuk (kebanyakan dari UI dan UGM)
dalam memberikan justifikasi2 "penyelamatan", berapa
ratus milyar rupiah telah dikucurkan oleh konglomerat
hitam ke dana Lembaga Pengabdian Masyarakat UI dan UGM
demi kesalamatan mereka!
- Berbagai kasus berat yang dialami bangsa seperti:
penggelapan sejarah 1965, bisnis militer, badan
intelijen, KKN, rasdiskriminasi, pelanggaran HAM
berat, sistim gaji PNS yang amburadul, BBM, BUMN,
dst., tak pernah mereka jadikan pokok2 permasalahan
bangsa yang harus selalu menjadi topik utama di
kampus-kampus dan ditingkat forum nasional! Para
penguasa PTN top ini, secara tidak sadar, telah
dijebloskan ke peran aktip politik praktis, sehingga
saat ini oleh dikata telah terjadi multi fungsi: ya
dosen, ya politisi, ya selebitis, ya bisnis. Peran
aktip sebagai alat politik pejabat pusat telah
mengakibatkan mandulnya PTN top tersebut!
- Di Indonesia itu lucu sekali, preman-kecu-gali
diorganisir secara rapi menjadi organisasi Pemuda
Pancasila, bahkan sampai punya partai politik,
organisasinya rapi dari pusat Jakarta s/d pelosok desa
di Manokwari Irian, sehingga kalau dibutuhkan proyek
adu domba & kerusuhan didaerah dengan dalang dari
Jakarta tinggal di out sourcingkan ke Pemuda
Pancasila. Sebaliknya, dosen yang pandai dan dianggap
bijak dan bermoral baik justru tidak punya asosiasi.
Suatu serikat pekerja itu pasti dibutuhkan dan pasti
berguna sekali! Seandainya ada Asosiasi Dosen
Indonesia, betapa kekuatan yang maha luar biasa
dahsyatnya untuk membenahi carut-marutnya Indonesia!
(sejauh tidak afiliasi ke parpol, alias netral).
Aneh sekali, mereka
tidak sadar akan potensi dahsyat tapi dibiarkan tidur
lelap ini?
- Di Indonesia itu lucu sekali, dari data statistik
ditemukan bahwa lulusan terbaik SMA/SMU memilih
memasuki Fakultas Kedokteran dan Fakultas Teknik.
Namun sayang, setelah jadi dokter dan insinyur mereka
malas masuk ke Partai Politik, sehingga yang masuk
Parpol justru para preman-kecu-gali yang dulu
rangkingnya akademisnya terbawah (saat SMU/SMA), dan
itupun sering kali memakai ijazah palsu! Jadi, di
Indonesia telah terjadi paradoks: para
preman-kecu-gali lah yang justru menjadi politisi top
dan mengatur/memimpin negara serta membawahi orang
pandai-bijak-cerdas. Demi melanggengkan posisi ini,
maka yang pandai dan bijak (dosen) justru digaji
rendah sekali agar bisa dibeli untuk dijadikan alat
pikir dan justifikasi saja (staff think tank) bagi
para preman-kecu-gali yang telah jadi birokrat.
Dengan paradoks semacam ini, tidak heran Indonesia
menjadi negara amburadul. Sukarno adalah insinyur,
Mahatir adalah dokter, STOVIA (awal gerakan
kemerdekaan pertama) adalah mhs. kedokteran; mereka
adalah pandai-cerdas-bijak, jadi patut memimpin
negara; bukan malahan preman-kecu-gali yang memimpin
negara! (paradoks ini sudah menjadi olok2 umum para
cendekiawan di luar negeri).

PRODUSEN KORUPTOR TERBESAR

Seperti diketahui, UI, ITB, IPB, dan UGM adalah
institusi perguruan tinggi negeri (PTN) tertua,
terbesar dan termaju di Indonesia. Jadi, mereka adalah
pencetak para PNS (peg. Negeri sipil) terbesar di
Indonesia, dan alumni mereka saat ini menduduki
jabatan tertinggi di pemerintahan, dari pegawai
menengah (IIIA), eselon dua, eselon satu, dan menteri,
jadi boleh dikata mereka "menguasai" Indonesia! Sayang
sekali, kita dan dunia telah memahami bahwa:
- Indonesia terkenal sebagai negara terkorup didunia.
- Birokrasi Indonesia adalah birokrasi keranjang
sampah.
- Telah terjadi korupsi berjamaah; ini ibarat
mengatakan bahwa korps PNS/BUMN itu adalah jemaah
koruptor.
- Sistim kepegawaian kita adalah buruk sekali: dari
segi gaji (yang seperti hutan belantara) dan dari segi
karier planing yang amburadul.
Hal ini menjadikan salah satu penyebab suburnya KKN!

Atas dasar berbagai alasan diatas, maka dapatlah
dikatakan bahwa ITB, UI, UGM, IPB ADALAH PRODUSEN
KORUPTOR TERBESAR DIDUNIA dan PRODUSEN TERBESAR
BIROKRAT KERANJANG SAMPAH! Reuni alumni mereka, yang
pada umumnya megah-meriah, adalah bagaikan reuni
jemaah koruptor, para pelaku KKN, para perusak bangsa!

PENUTUP

Penulis berharap agar tulisan ini jatuh ketangan para
mahasiswa aktivis di ITB, UI, UGM dan IPB, dengan
maksud agar mereka menyadari/memahami bahwa banyak
dosen mereka dan alumni mereka ternyata telah menjadi
oknum kelas berat (level nasional atau bahkan
internasional = agen negara asing). Selain itu, PTN
mereka yang kaya SDM berkualitas ternyata justru telah
menjadi sumber petaka bagi Indonesia!

Bung Karno (BK) yang mempunyai visi jauh kedepan sudah
menetapkan bahwa Indonesia adalah non blok, mandiri
(berdikari), dan tidak mau tergantung pada utang luar
negeri ("Go to hell with your aids!").
Negara-negara sahabat Bung Karno, sperti RRC dan
India, yang mempunyai prinsip serupa dengan BK dan
tidak mempunyai pengkianat negara semacam Soeharto
Cs., saat ini menjadi bangsa yang sehat, normal, tidak
berutang, bahkan adidaya! Sayang sekali, Soeharto dkk.
melakukan
konspirasi dengan USA (via CIA+mafia UI) menusuk
bangsanya sendiri.
Ditahun 1965, Indonesia dijadikan lapangan pertempuran
antara USA dkk vs. Rusia dkk., yang menang USA
(kapitalis); sebaliknya di Vietnam, yang menang Rusia
(komunis). Mulai tahun 1998 s/d sekarang, Indonesia
kembali dijadikan lapangan pertempuran antara Barat
(modern, sekuler, Kristen) melawan Timur Tengah
(tradisional/kolot, non sekuler, Islam), kata Samuel
Hutington ? ini disebut clash of civilization; tidak
heran bom dan kerusuhan berbasis SARA terus menerus
meledak disana sini.
Indonesia yang kaya sumber alam, strategis posisi
geopolitiknya, dan pasar yang besar bagi industri
asing (karena jumlah penduduk > 200 juta) memang
menarik untuk diperebutkan, pumpung bangsanya masih
bodoh! Kebodohan bangsa Indonesia diwakili oleh
prestasi PTN2 topnya yang mlempem, bodoh, dan tidak
sadar kalau bangsanya sekedar dijadikan kuli atau
negara boneka oleh negara asing! Sayang seribu kali
sayang, ITB, UI, UGM, IPB belum mampu menjadi tumpuan
untuk membangun bangsa yang berkebudayaan tinggi dan
mandiri! Bayangkan, budaya antri saja, kita tidak
mampu!

Empat faktor utama penyebab Indonesia tidak pernah
mandiri dan terusmenerus mengalami krisis, yaitu
terpaan: badai gurun Sahara yang panas-membara dari
negara Timur Tengah yang ingin memporak-porandakan
budaya asli dan menguras devisa negara, badai salju
yang dingin-membekukan dari negara barat/modern yang
ingin menjajah ekonomi/teknologi dan mengeksploitasi
kekayaan alam Indonesia, badai KKN yang merampok
keuangan dan membangkrutkan bangsa, dan PTN yang
justru terkesan membiarkan semua badai itu terjadi!
Dengan demikian, semenjak 1965 s/d detik ini (2005),
bangsa Indonesia boleh dikata belum merdeka
sepenuhnya!

Kita prihatin, ternyata PTN top kita, yang menjadi
barometer SDM berbobot, tidak mampu membuat negara ini
menjadi adil, sejahtera, aman, dan sentosa.
Sebaliknya, peranan dosen dan alumni mereka, yang
menguasai birokrasi negara, telah membuat masyarakat
indonesia
mengalami berbagai krisis dan bahkan kesengsaraan.
ITB, UI, UGM, IPB belum bisa menjadi berkah dan rahmat
bagi bangsa Indonesia, mereka saat ini malah boleh
diibaratkan menjadi sumber kemunduran bangsa
Indonesia (atau justru menjadi laknat bangsa: agen
asing seperti UI)! Sayang, sungguh sayang?mari kita
semua menundukan kepala & prihatin.
Bagaimana pendapat anda?

No comments: