Thursday, January 31, 2008

PENGALAMAN MENERIMA SURAT


PENGALAMAN MENERIMA SURAT

Menulis, mengirim dan menerima surat sebenarnya hal yang biasa saja. Namun kali ini saya akan menceritakan bagaimana kegiatan surat dan pos berlangsung di rumah baru kami di Pennsylvania.

Kami tinggal di perumahan semacam townhouse atau apartment kecil yang berderet-deret, mungkin kalau di Indonesia rumah petak. Beberapa hari setelah mendiami rumah kami harus menuju ke kantor Pos untuk melaporkan bahwa kami tinggal di alamat tersebut dan kalau ada surat agar diketahui tukang pos. Selanjutnya kami diberi sebuah kunci untuk pos di kotak surat perumahan yang terdiri dari beberapa kotak.

Untuk pengiriman surat, bagi kami tak ada masalah. Tinggal memasukkan di mana ada kotak surat yang kita temui. Namun biasanya kami memasukkan di kantor pos atau di sebelah perpustakaan kantor kami. Perbedaan yang kami temui adalah kalau terima surat. Surat yang biasa, artinya hanya amplop kecil regular, akan kami temukan di kotak surat kami, setelah membuka kotak dengan kunci yang telah diberikan. Untuk kiriman yang agak besar, biasanya diletakkan dalam kotak surat yang besar, di urutan paling bawah dari kelompok kotak surat di kompleks kami. Untuk mengetahu atau memberitahu bahwa kami ada kiriman agak besar, maka tukang pos akan menaruh kunci untuk membuka kotak yang agak besar . Kunci itu ditaruh dalam kotak pos kami. Jadi, kiriman paket atau buku-buku misalnya akan di tempatkan dalam kotak paling dasar tadi.

Nah, untuk kiriman paket yang besarnya melebihi ukuran kotak surat, maka kami akan menemukan secarik surat yang memberitahukan bahwa ada kiriman paket dan harus diambil di kantor pos. Jadi, tak ada surat yang dikirim langsung ke rumah. Agak ribet? Ya lain ladang lain belalang, lain restoran lain makannya……

Carlisle, PA. 22 Jan 2008

GPS baru….?

GPS baru….?

Kalau di Jakarta kita tersesat masih bisa tanya pada orang lain yang kita temui, baik itu tukang ojek atau penjual Koran di perempatan. Nah kalau kita tersesat di Amerika kita tanya siapa? GPS…..

Di Jakarta pemasangan GPS masih barang baru dan langka,. Kota –kota lain di Indonesia bahkan belum mendapat kesempatan karena memang tak banyak investor yang mau memnanamkan uangnya di bisnis ini. Kenapa,…..? jawabannya jelas……masyarakat kita masih mau tolong menolong membantu orang yang tersesat di jalan. Jadi, kalau ada yang berinvestasi di bidang ini, tentu fokusnya kota besar karena memang pasarnya di sana.

Berbeda di AS, saat di AS hampir semua mobil pakai GPS, bahkan kini ada perkembangan terbaru dari GPS yang kita kenal selama ini. Memang GPS yang kita kenal selama ini terkadang mengharuskan kita menengok dan terganggu dengan suara instruksi penunjuk arah. Sebagai gantinya, GPS baru ini menuntun kita dengan gambar maya di kaca mobil kita yang merupakan serangkaian cermin yang dipasang di dashboard mobil digabung dengan teknologi laser.

Jadi, setelah kita memasukkan alamat tujuan, di kaca mobil akan tampak jalur yang harus ditempuh menuju sasaran. Persoalannya kalau diaplikasikan di Indonesia gimana ya….soalnya khan macet terus di jalan, bukankah pandangan ke depan juga menjadi sangat terbatas…?ada yang mau invest teknologi ini di Indonesia?

Mengunjungi West Point

Mengunjungi West Point

Bagi perwira lulusan Akademi Militer di seluruh dunia, salah satu cita-cita yang ingin dicapai adalah mendapat kesempatan mengunjungi West Point, sebutan tak resmi dari United States Military Academy. West Point terletak di New York State, bukan New York City walaupun tak terlalu jauh dari New York City.

Membandingkan kehidupan di West Point dengan di Akademi Militer Magelang kelihatannya tak begitu jauh berbeda. Barangkali yang agak menonjol adalah philosopi pendidikan di Akmil Magelang lebih meniru dari Breda Military Academy di Belanda, sehingga porsi antara pendidikan militer dan sipil yang diajarkan sangat berbeda karena di USMA West Point lebih banyak kesamaan dengan kampus umum. Modul yang diberikan per blok, sehingga latihan kemiliteran hanya diselenggarakan dalam waktu tertentu, biasanya di musim panas untuk tahun ke satu dan kedua serta on the job training untuk tahun ke tiga dan ke empat.. West point juga menerima wanita untuk menjadi tarunanya, meskipun tak menutup kemungkinan adanya cinlok dalam kehidupan berasrama dengan jadwal ketat seperti ini. Adapun kehidupan sehari-harinya tidak terlalu stressful, tak heran banyak lulusannya yang selanjutnya juga mengejar gelar akademik namun juga banyak yang segera keluar dari militer begitu kontraknya habis, sekitar lima tahun. Hingga saat ini West Point sudah meluluskan sekitar 50.000 perwira angkatan darat AS. Di antara mereka yang ,menonjol adalah tokoh perang saudara, Jendral grant dan Lee, tokoh PD II Pershing, Mc Arthur, Eisenhower, dan Patton, hingga tokoh Vietnam Westmoreland dan tokoh Badai Gurun Schwarzkop.

Fasilitas di USMA sangat lengkap, yang ingin saya sorot di sini adalah Gereja Katholik dan “masjid/sinagog/kelenteng bersama”. Gereja Katholik ada secara resmi di sebuah institusi militer adalah hal yang sangat jarang karena mayoritas penduduk AS adalah pemeluk Protestan dan secara tak langsung ada perseteruan untuk meraih puncak kepemimpinan di AS. Sebagai ilustrasi sepanjang sejarah AS, hanya ada satu presiden yang beragama Katholik, dan itupun mati ditembak, Kennedy. Nah, keberadaan gereja megah di West point ini menarik dikunjungi, dan kesempatan emas ini tak disia-siakan untuk lebih memahamio dinamika keberagamaan di AS. Gerejanya sangat indah dengan lukisan dari kaca serta pengaturannya sangat artistik.

Sedangkan yang disebut “masjid/sinagog/kelenteng bersama”. adalah sebuah bangunan kecil yang digunakan oleh pemeluk agama minoritas melakukan kegiatan agamanya. Dilaksanakan secara berjadwal, bergantian tergantung bookingnya. Ada alquran, ada perlengkapan ibadah agama lain juga yang memang memanfaatkan fasilitas ini. Jadi kalau mau sholat di West Point, karena tak ada masjid resmio, gunakan saja salah satu ruangan yang ada di Interfaith Building.

Sedangkan tentang Taruna West point, mereka memakai seragam seperti anak SMA di Indonesia, dengan putih di atas dan bawah abu-abu. Saat ini ada sekitar 60 negara ikut berpartisipasi mengirim taruna di West Point. Indonesia jelas tak mengirimkan taruna karena kita menganut keyakinan atau ketentuan bahwa pendidikan dasar kemiliteran harus diikuti di Indonesia untuk menumbuhkan militansi terhadap bangsa dan negara.

Pada kunjungan ke West Point, beruntung kami mendapat kesemptan makan malam bersama para taruna West Point asal AS diikuti juga berbagai perwakilan negara yang ikut mengirim tarunanya sehingga bisa mendapatkan kesan mereka setelah mengikuti pendidikan di West Point ini. Makan malam sangat sederhana, karena memang dibuat menu seperti yang biasa mereka makan pada hari itu, namun demikian dibandingkan menu di Indonesia jelas menu makan mereka sangat mewah.

Kunjungan ke West Point menjadi salah satu kenangan menarik, apalagi menginap di hotel Thayer yang terletak tepat di depan pintu gerbang West Point dan merupakan hotel tua yang mewah. Salah satu yang mengurangi keindahan adalah ketatnya penjagaan dengan pemasangan barikade di depan gerbang lengkap dengan beton dan penjaganya. Secara keseluruhan kunjungan ke West Point direkomendasikan untuk anda yang ke New York dan tertarik untuk melihat bagaimana pemimpin militer AS dicetak serta mengapa mereka bisa berhasil

Mengunjungi Smithsonian Institution: National Air and Space Museum

Mengunjungi Smithsonian Institution: National Air and Space Museum

Smithsonian Institution: National Air and Space Museum terletak di tengah kota Washington D.C.. Biasanya orang menyingkatnya Smithsonian Museum, sedangkan pintu masuknya bisa lewat Independence Avenue SW atau juga Jefferson Drive SW. Di dalam museum tersebut tersimpan koleksi sejarah penerbangan, mulai dari Wright Bersaudara hingga Apollo 11 dan pesawat ulang-alik.

Salah satu keunggulan pertama yang kita temui di museum ini, kita tak dipungut biaya masuk Museum ini juga merupakan pusat penelitian untuk sejarah, ilmu pengetahuan dan teknologi tentang penerbangan, termasuk penerbangan antariksa. Di situ kita juga bisa menemukan contoh batu dari Bulan yang bisa disentuh oleh pengunjung. Kalau kita mencoba menyentuhnya, rasanya empuk kenyal, tapi juga keras. Suatu rasa yang aneh, barangkali karena ini pengalaman pertama dalam hidup menyentuh batu dengan komposisi yang berbeda dari batu yang biasa kita temui di Bumi. Secara pribadi, yang menarik perhatian saya adalah modul Apollo 11, Skylab dan pesawat SR-71 Balckbird yang terkenal sebagai pesawat pengintai jarak jauh di jaman perang dingin.

Tentu saja sebagaimana sasaran tujuan wisata lainnya, disinipun tersedia berbagai macam souvenir tentang museum yang menarik. Jelas harganya mahal kalau di kurs dengan rupiah kita. Salah satu cara menyiasatinya adalah dengan memotret bermacam souvenir yang tersedia tanpa perlu membelinya. Di sini juga ada IMAX theater yang memutar film berkaitan dengan penerbangan. Adrenalin Rush adalah judul film yang kami tonton pada saat kami mengunjungi museum ini. Dengan tiket seharga 8,5 dollar, kita bisa menonton pertunjukan selama sekitar 30 menit, dan terhanyut ketegangan mengikuti jalannya kamera. Meskipun ceritanya bagus, tapi sebenarnya yang paling dinikmati adalah pengalaman berada pada ketinggian seolah menjadi pelaku di film tersebut.

Kalau kita merasa haus atau perlu mengisi perut setelah lelah menjelajahi fasilitas yang ada, termasuk simulator, kita bisa beristirahat di food court atau di bangku-bangku yang tersedia. Di dalam museum juga tersedia cukup toilet kalau kita mau buang hajat. Biasanya yang tak tersedia adalah waktu, kita harus pintar-pintar bagi waktu jika tak ingin sasaran tujuan wisata lain terlewati. Begitu banyak yang dilihat, begitu menarik yang dipertontonkan, namun juga begitu sempit waktu bagi kita.

Mencari Arti Jalan di Amerika

Mencari Arti Jalan di Amerika

Bagi kita di Indonesia, hampir tak ada orang mempermasalahkan atau menanyakan arti nama jalan. Maksudnya gimana sich… Begini kira-kira, karena memang pengetahuan ini bukan didapat dari pelajaran tapi sekedar pengamatan saja. Di Amerika Serikat, kelihatannya ada suatu pengertian tentang arti jalan yang sudah terpateri dan diterapkan.

Kalau kita ingin menunjukkan suatu jalan besar di kota besar, katakanlah jalan utama yang tiap orang kenal, maka jalan ini biasanya diberi nama Avenue. Contohnya 5th Avenue di kota New York atau Independence Avenue di Washington. Kalau jalan itu cukup besar dan lalu lintas ramai, atau jalan yang menghubungkan antar kota kecil, namanya cukup Road, misalnya River Road, di Bethesda, Maryland, atau York Road, untuk menunjukkan jalan ke York dari Carlisle. Kalau jalan dalam kota saja, cukup street, ini umum dijumpai dimana-mana.

Kalau sebuah jalan di kompleks perumahan, biasanya, namanya diakhiri dengan Drive, yang bisa digunakan melintas atau Court yang maksudnya buntu karena sampai di ujung kita akan melingkar lagi. Meskipun ada juga perumahan yang memasang nama street, avenue atau boulevard. Suka-suka mereka saja, karena di Indonesiapun ada juga orang menggunakan nama jalan di perumahan dengan Boulevard.

Nah, kalau jalan antar kota,biasanya namanya High Way. High Way, sesungguhnya terbagi dua, yaitu yang melintang arah barat ke timur atau timur ke barat, selalu dengan angka genap, contohnya High Way 76, yang menghubungkan antara Philadelphia dan Pittsburg. Kalau High Way yang menghubung antara utara dan selatan atau sebaliknya, diberi angka ganjil, misalnya High Way 95, yang menghubungkan antara Miami dan New York di pantai timur. Jadi, kalau kita ke sasar dan tidak membawa GPS, lihat saja, arah nama jalan. Kalau namanya 76 East, berarti kita menuju timur, kalau 76 West berarti kita menuju barat. Sedangkan kalau 95 South, artinya kita bisa kesasar sampai Disneyland, Orlando, kalau 95 North kita ikuti terus, alamat kita sampai di perbatasan Kanada.

Kalau jalan Tol apa ada? Ya ada…biasanya di High Way disebutkan, partially Toll road, misalnya jalan ke New York dari Pittsburg, sebelum masuk New York kita harus bayar. Tapi murah, jangan kawatir. Tidak mencekik leher, paling mahal sekitar 6 dollar. Baik buruknya jalan, atau mahal murahnya jalan tol, menunjukkan juga tingkat kekayaan atau kemakmuran negara bagian tersebut. Semakin mahal bayar tol nya, berarti semakin miskin negara bagian tersebut.

Terakhir, ada jalan yang ditunjukkan dengan nama US, misalnya US1, adalah jalan di pantai timur sebelah utara, yang menuju selatan tapi bukan High Way. Atau US30 yang menghubungkan Lancaster di Pennsylvania. Ini merupakan jalan utama sebelum era High Way dimulai. Jalan-jalan ini masih berfungsi dengan baik dan sama mulusnya dengan High Way, hanya ada lampu stop light di beberapa perlintasan. Yang agak aneh, adalah nama jalan yang diakhiri dengan Pike. Ini kelihatannya menunjukkan jalan yang menghubungkan suatu kota. Kalau dari kota Lancaster, kita lihat nama jalan adalah Harrisburg Pike, maka artinya jalan tersebut menuju Harrisburg. Mungkin di Indonesia seperti kalau di Jakarta kita menuju Bogor, namanya Jalan Raya Bogor. Tapi kalau jalannya ditambah, ada kata Turn, misalnya Penna Turnpike, itu dimaksudkan suatu jalan menuju High Way.

Semoga saja menambah pengetahuan. Kalau kelihatannya anda bingung, jangan berkecil hati, itu tanda-tanda anda mulai mengerti. Selamat berJALAN-JALAN

Memandang Pak Harto dari Luar

Memandang Pak Harto dari Luar

Berita meninggalnya Pak Harto betul-betul menjadi headline, bukan hanya di Indonesia namun juga di luar negeri. Kalau kit abaca pada beberapa situs Koran seperti Washington Post, New York Post, atau Yahoo, semua mengulas dan hampir sama beritanya. Pada intinya mereka menuliskan Pak Harto yang menjadi diktator selama 32 tahun. Semua seirama, memang sudah irama dunia saat ini, siapa bisa mengatur?

Yang menarik adalah dari perbincangan serius dengan rekan-rekan yang mendalami hubungan internasional, strategis maupun sejarah. Pernyataan yang mereka keluarkan bisa berbeda. Secara strategis, diakui pak Harto sangat peka membaca tanda-tanda zaman, paling tidak mulai ‘65 hingga berakhirnya perang dingin. Setelah perang dingin selesai, dan agenda dunia berubah, Pak Harto karena terlena oleh keberhasilan pembangunan Indonesia, kurang peka melihat arah angin bertiup. Hal ini tampak manakala Madeline Albright selaku Dubes AS di PBB sekitar tahun 1991 mulai melancarkan tema baru yaitu demokratisasi dan pasar bebas dalam suatu ceramah di Austria, hingga kunjungan Clinton di Bogor 1994 untuk acara APEC. Tema itulah yang selanjutnya menjadi acuan seluruh dunia, baik berlangsung secara damai atau kekerasan. Damai artinya proses demokratisasi berjalan mulus, setengah mulus, hingga perang untuk melengserkan penguasa yang dianggap durjana. Ingat kasus Bosnia, Somalia, Kamboja hingga Irak dan Afganistan?

Ada suatu keyakinan yang sangat mendalam di dalam diri para pemimpin barat, bahwa hanya demorasi yang bisa menyelamatkan dunia dari kekacauan (demokrasi liberal ), selain itu hanya pasar bebas yang bisa mengatur ekonomi dunia, bukan sosial atau pasar dengan campur tangan negara. Ini semua bersumber dari thesis Francis Fukuyama dalam bukunya yang monumental, the end of history, dan menjadi Bible baru bagi para penguasa. Banyak yang tidak setuju dengan pandangan itu, namun apa daya, semua harus menyesuaikan dengan irama dunia. Salah satu yang konsisten menentang pandangan itu adalah Hernando de Soto, ahli ekonomi dari Peru, dengan pandangan ekonominya yang agak nyeleneh. Bukunya yang terkenal The Mystery of Capital: Why Capitalism Triumphs in the West and Fails Everywhere Else. Karena kegigihannya, akhirnya beberapa konsep de Soto diterima di berbagai dunia dan termasuk juga dikagumi para pimpinan negara.

Pak Harto yang memandang dunia dengan kacamata perang dingin sudah tak sesuai untuk memimpin. Maka mulailah berbagai gelombang gejolak muncul di Indonesia. Keberhasilan reformasi di Indonesia, hendaknya juga dilihat dari konstelasi dunia yang ada saat itu. Jadi, menurut pandangan teman-teman dalam diskusi di luar, kejatuhan pak Harto bukan hanya karena dunia luar menganggap sudah tak sesuai, namun juga karena keberhasilan yang diciptakan dalam pendidikan dan ekonomi memang menuntut suatu keadaan yang sudah tak dapat diberikan lagi oleh pak Harto. Kata mereka, the victim of his own success.

Jadi, sangat penting untuk diingat bahwa setiap pemimpin ada jamannya dan setiap jaman ada pemimpinnya. Selamat jalan Pak Harto.

KIPRAH MULIA PUTRA BANGSA DI FORUM INTERNASIONAL


Sesuai dengan pembukaan UUD 45, maka Indonesia ikut berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia. Ada dua penugasan kontribusi Indonesia yang diikuti, pertama berada di bawah UN Mission atau yang kedua di bawah organisasi tingkat dunia lain yang memberi mandat, misalnya OIC ( Indonesianya OKI) sewaktu gencatan senjata antara pemerintah Philipina dengan gerilyawan pimpinan Nur Misauri di Mindanao sekitar 1995. Itulah secara resmi yang diketahui masyarakat.

Selanjutnya, penugasan itu masih terbagi dua, yaitu sebagai Pasukan atau sebagai military observer/pengamat militer. Di Kongo misalnya kita mengirim Kompi Zeni dan military observer. Sedangkan di Liberia atau Sierra Leon kita hanya mengirim observer. Namun pada prinsipnya seluruh keterlibatan Indonesia di forum pasukan perdamaian PBB hanya melaksanakan UN Chapter 7 atau pasukan pemelihara perdamaian (peacekeeping operation), kita tidak mengirimkan pasukan untuk pembentuk perdamaian (peace making operation) sesuai UN chapter 6. Secara akademis ada perbedaan antara pasal 6 dan pasal 7. Pasal 6, menyatakan meskipun pihak bertikai tak menghendaki kehadiran PBB, pasukan bisa saja hadir, namun pasal 7 menyatakan, kehadiran pasukan PBB hanya setelah pihak-pihak yang bertikai menyatakan menyetujui gencatan senjata.

Banyak yang sudah mendengar tentang sukses pasukan Indonesia dalam menjalankan misi sebagai anggota pasukan PBB, namun banyak sisi menarik tentang penugasan pasukan PBB yang belum diketahui masyarakat. Misalnya saja Indonesia mengirim wanita untuk menjadi military observer di Kongo, yaitu atas nama Mayor Nita dari TNI AD dan Mayor Ratih dari TNI AU.

Selain itu, masih terdapat juga warga negara kita yang memang murni orang sipil yang bergerak di bawah bendera PBB, lebih tepat lagi di bawah UNDPKO (United Nation Department of Peace Keeping Operation). Untuk menyebut di antaranya Mas Luigi Pralangga di Liberia (mas Luigi ini salah satu yang menyatukan para peacekeepers Indonesia dengan websitenya http://www.pralangga.org), lalu mbak Eva dan Imelda di Sudan serta masih cukup banyak cowok lainnya yang malang melintang di bawah bendera UNDPKO.

Mereka berjuang bukan hanya membawa nama Indonesia namun juga menyebarkan perdamaian ke seluruh dunia. Pada umumnya mereka memang hobby traveling dan suka petualangan. Saat ini, yang tercatan putra Indonesia ada di Negara Afganistan, Georgia, Kongo, Liberia, Lebanon, Nepal, Sudan, Timor Leste. Jadi, kalau memang suka traveling, bertualang dan mengalami kesulitan dapat pekerjaan di Indonesia , mengapa tidak mencoba bergabung di institusi yang mulia ini?

Keindahan Bromo

Keindahan Bromo

Udara masih sangat pagi ketika aku mulai bergerak menuju ke Gunung Bromo.

Semalam tidur di Sukapura, sebuah kota kecil di lereng Gunung Bromo yang merupakan pilihan terbaik bagi saya daripada bermalam di Bromo itu sendiri. Suasana gelap sama saja ketika semalam datang sekitar jam 11 dan menentukan titik “meluruskan pinggang” setelah perjalanan panjang dari Solo. Keterbatasan waktu dan keinginan menggebu membuatku mengambil putusan ini.

Mendaki gunung merupakan salah satu impian sejak SMA, namun karena berbagai keterbatasan, aku tak pernah berhasil mewujudkan keinginan mendaki Bromo. Jarak terjauh yang pernah didatangi di sekitar lokasi ini hanya di Semeru, itupun gagal karena badai pasir yang melanda diiringi hujan saat itu di tahun 1978, memaksa kami kembali. Banyak penyesalan menggumpal, karena saat itu berjalan kaki dari Gubug Klakah, menuju Ranu Pane sungguh perjuangan berat. Beberapa orang yang kaya bisa naik Jeep atau menyewa truk, tapi bagi kami pelajar SMA yang ke Malang saja naik KA tanpa bayar kecuali kucing-kucingan dengan petugas, menyewa Jeep atau truk jelas tak ada dalam agenda kami. Perjalanan lanjutan sudah ke Ranu Gumbolo,…wah, pasir sudah mulai tampak di mana-mana dan hujan benar benar tak bersahabat. Ingat adik Arief Budiman, Yap Hong Gie atau siapa lupa, yang meninggal dalam pendakian ini, akhirnya kami putuskan untuk kembali

Gunung-gunung di Jawa Tengah sudah cukup familiar bagiku, dan beberapa sudah pernah didaki. Nah sekarang di Bromo, katanya sih bisa naik mobil sampai puncak. Sesuai deh dengan umur yang sudah bukan ABG lagi, cocok untukku. Perjalanan mendaki dan mulai meliuk-liuk. Mobil 4WD yang kami tumpangi masih terus melaju hingga melewati kampung tertinggi. Saat itu, samar-samar dalam kabut pagi, Bromo telah terlihat diantara hamparan pasir menyeruak puncak gunung terkenal tersebut. Di ujung batas langit, di kaki gunung, sangat samar terlihat Pura seperti yang biasa kita saksikan di Bali.

Mengingat mobil ini pinjaman teman, maka aku putuskan meninggalkan saja di ujung jalan aspal, dan mulailah berjalan menuju ke puncak Bromo. Sebenarnya dari ujung jalan ada yang menawari naik jeep juga, namun aku putuskan jalan kaki menikmati udara pagi yang hmmm, dramatis….Ternyata, pandangan bukanlah jarak, karena keringat mulai menetes di baju dan membakar lemak tubuh. Teringat masa lalu sewaktu SMA, I am not as strong as I used to be. Begitu mendekati kaki gunung, napas sudah tinggal satu-satu. Untungnya ada penjual the botol dan sejenisnya…luar biasa, kapan mereka datang..?alkisah, minumlah sebotol penuh dan tarik napas, serta bismillah, naik lagi menuju ke puncak…

Pertama, jalan berpasir mendatar, lalu jalan itu habis disambung dengan jalan setapak naik. Jalan naik ke puncak gunung kali ini sungguh unik. Di sepanjang jalan, ada pegangan dari beton dan besi untuk membantu kita karena naiknya benar-benar terjal dan membahayakan. Setapak demi setapak mencoba menyusuri tangga beton sambil sesekali berhenti mengatur napas, akhirnya kami sampai di Puncak Bromo. Hmmmm suatu pemandangan yang sangat mengasyikkan, suatu kebesaran Tuhan yang hampir terlupakan. Sejauh mata memandang tampak dataran yang lebih rendah, gunung-gunung lain atau perbukitan, sementara di sisi yang lain, kawah menganga siap menelan siapa saja yang tak waspada.

Kesan akhir setelah turun dari puncak hanya satu, kenapa kita tak bisa mengolah ini menjadi suatu tujuan wisata yang handal? Suasana di sepanjang jalan dari jalan raya Pasuruan- Probolinggo menuju Bromo sangat mendukung, Sukapura bahkan banyak menginspirasi Leo Kristi dalam mencipta lagu. Barangkali kemudahan transportasi, akomodasi dan tontonan yang dipertunjukkan masyarakat bila diatur dengan baik bisa merupakan asset utama Jatim menyaingi Bali.

Bolehkah Militer Berbisnis?

Bolehkah Militer Berbisnis?

Boleh tidaknya militer berbisnis menjadi perbincangan yang nyaris menjadi menu wajib bagi setiap pengamat politik atau orang yang tertarik mengamati militer di Indonesia. Banyak yang berpendapat bahwa militer berbisnis mengurangi profesionalisme mereka dalam menjalankan tugas. Lebih-lebih bagi para pengamat yang menyatakan diri mendukung Security Sector Reform (Reformasi Sektor Keamanan), suatu agenda yang sedang digalakkan oleh pemikir barat sebagai komplemen wajib bagi terciptanya masyarakat demokratis. Hal inipun tampaknya juga disambut oleh pemerintah dengan melarang seluruh satuan TNI untuk melakukan bisnis dengan menyerahkan pengaturan kepada Menhan.

Apa yang terjadi di negeri kita mungkin memang sesuai dengan situasi yang berkembang di Indonesia. Sebagai pembanding, di Amerika Serikat militer ternyata mempunyai berbagai unit kegiatan yang bersangkutan dengan bisnis. Bahkan militer mempunyai Bank yang disebut Armed Forces Bank dengan cabang tersebar di banyak negara bagian. Bank ini difokuskan untuk militer, namun juga melayani orang sipil dengan keistimewaan buka 7 hari dalam seminggu. Selain itu militer juga mempunyai shopping centre yang melayani kebutuhan anggota maupun pensiunan. Kalau di angkatan darat dan angkatan udara disebut AAFES, singkatan Army Air Force Exchange Service, sedangkan di Angkatan Laut disebut Navy Exchange. Seringkali anggota militer menyingkatnya menjadi PX dari kependekan Post Exchange untuk Army, atau BX dari kependekan Base Exchange untuk Air Force dan Navy.

Kelebihan layanan di toserba militer ini adalah semua barang pembelian tidak dikenakan pajak. Lumayan, sekitar 6% pajak diberlakukan untuk setiap transaksi bisa dihemat, namun ini hanya berlaku untuk militer, keluarga militer atau purnawirawan. Lokasinya pun selalu startegis, mudah dijangkau karena selalu dalam kompleks militer. Hebatnya, semua pelayan, dari yang mengatur barang hingga kasir dan manajer adalah orang sipil. Kalau kita kurang puas dengan barang yang tersedia, kita juga bisa beli lewat katalog yang tersedia dan bayar di kasir, barang akan diantar ke rumah. Namun kalau malas berjalan menuju ke PX, ada pilihan lain tersedia yaitu beli lewat internet, tentu saja bayarnya pakai kartu kredit.

Semua transaksi, baik langsung k PX maupun lewat internet selalu didahului dengan menunjukkan Kartu Identitas. Kalau kartu identitas resmi yang dikeluarkan oleh militer AS tak dipunyai, tentu saja tak bisa berbelanja. Beruntung militer AS mengeluarkan kartu identitas bagi semua tamu (fellows) atau siswa yang mendapat kesempatan belajar di sana,. Tentu saja banyak pro dan kontra keberadaan bisnis ini di AS, tapi perlu diingat bahwa tulisan ini tidak bermaksud membuka perdebatan boleh tidaknya militer berbisnis, ini sekedar berbagi pengalaman siapa tahu ada manfaatnya bagi kita.

Indonesia Bangsa Santai


Indonesia Bangsa Santai?

Sebuah buku yang menjadi pegangan para eksekutif di seluruh dunia menjadi topik pembicaraan kami minggu ini. Buku ini memang luar biasa, dalam arti memberikan gambaran yang cukup terhadap suatu karakter bangsa di dunia. Tentu saja karakter bangsa Indonesia termasuk di dalamnya. Judul buku yang cukup menarik ini adalah “ WHEN CULTURES COLLIDE” dengan subtitle Leading across culture. Penerbit Nicholas Brealey, Boston AS. Pengarang buku ini adalah Richard D. Lewis. Buku ini merupakan edisi ke tiga terbitan 2007, dengan tambahan tulisan kecil di halaman awal A Major New Edition of the Global Guide.


Richard Lewis dulunya adalah seorang guru bahasa Inggris yang mengajar orang asing yang datang ke Inggris. Awal cerita dia mulai tertarik mengamati tentang budaya antar bangsa saat dia mengajar di North Wales untuk pelajaran musim panas. Siswanya terdiri dari orang Itali, Finlandia dan Jepang. Setelah seharian belajar, termasuk kunjungan ke tempat bersejarah, mereka merencanakan kegiatan untuk besok hari Rabu. Sialnya Selasa malam turun hujan lebat. Malam itu setelah makan malam sekitar jam 10, dia didatangi rombongan Finladia yang menyarankan untuk membatalkan kegiatan mendaki bukit karena jelas akan menyengsarakan mendaki bukit dalam suasana hujan lebat seperti itu. Tentu saja dia setuju, dan segera mengumumkan pembatalan kegiatan untuk besok.


Namun apa yang terjadi, segera saja dia dikerubuti oleh orang-orang Itali yang mempermasalahkan pembatalan tersebut. Mereka menuntut mengapa perjalanan itu dibatalkan- mereka sangat mengharapkan kegiatan itu karena bisa membolos pelajaran, sudah membayar biaya pendakian, sedikit hujan tidak jadi masalah dan ada apa dengan orang Finlandia itu, bukankah mereka seharusnya orang-orang yang tegar dan kuat? Dengan sedikit agak malu dia mendekati rombongan Jepang dan menanyakan pendapat mereka. Kelompok Jepang sangat baik tanggapannya, kalau Itali mau pergi, mereka oke, kalau mau tinggal, mereka juga senang dengan pelajaran di kelas. Para Italian mengejek Finlandia , sebaliknya Finlandia jadi cemberut dan marah, meskipun akhirnya setuju untuk berangkat demi menyelamatkan muka.


Keesokan harinya Bus dijadwalkan berangkat jam 8.30. Jam sudah menunjukkan pukul 8.25, dalam hujan rintik di bawa payung, Lewis berlari menuju bus. Di dalam bus dilihatnya 18 orang Finlandia dengan muka cemberut, 12 orang Jepang dengan muka tersenyum dan tak satupun orang Itali ada di sana. Mereka berangkat tepat waktu dan cuaca benar-benar tak bersahabat. Hujan turun sepanjang hari, mereka makan siang di puncak bukit dan kembali jam 5 sore dengan pakaian penuh lumpur. Sampai di tempat mereka menemukan orang-orang Itali sedang asyik minum teh sambil menikmati kue dan coklat. Mereka lebih berpikir waras untuk tetap tingal di kamar. Ketika orang Finlandia menanyakan, mengapa mereka tidak pergi, dijawabnya dengan santai...inikan hari hujan.....


Adapun buku ini pada intinya menyatakan bahwa bangsa di dunia ini bergerak pada level Multi-active, Reactive dan Linear-active dengan Multi-active di puncak piramida. Multi-active artinya hangat, emosional, santai ddan impulsive. Reactive artinya sopan, bersahabat, akomodatif, kompromis, pendengar yang baik, sedangkan Linear-active artinya tenang, berdasarkan fakta, perencana yang tegas. Hispanis, Argentina ,Mexico, Brasil dan Chili berada di kelompok teratas Multi-active, Vietnam di puncak kelompok Reactive dan Jerman, Switzerland an Luksemburg di puncak kelompok Linesr-active. Indonesia, Malaysia dan Philipina berada di tengah garis multi active dan reactive. Singapore di tengah garis Reactive dan Linear-active dan Perancis di tengah garis multi-active dan Linear-active.


Tentang Indonesia secara lengkap ditulis di halaman 454 dengan budaya yang dirangkum sebagai berikut: santai, hirarkhis, ingin menyenangkan, kekeluargaan, tak ada etos kerja, menghormati yang tua, boleh poligami tapi jarang, tidak suka mempermalukan, sopan, ksatria, bersahabat dan ramah, kesatuan dan kenyamanan, menghindari konflik, banyak hukum adat mengalahkan hukum Islam. Dijelaskan juga tentang tabu dan adat istidat yang berlaku di Indonesia, bagaimana mengambil simpati orang Indonesia dan hal-hal yang mendorong orang Indonesia mempunyai motivasi tinggi. Termasuk hal-hal yang harus dihindari dalam pergaulan dengan orang Indonesia.


Apakah kita akan percaya dengan semua yang ditulis, itu terserah kita. Kita sendiri yang harus membuktikan baik-buruknya bangsa Indonesia bukan orang luar. Namun kalau kita terus menerus berlaku seperti yang terungkap dari pandangan Lewis ini, maka memang begitulah kondisi bangsa kita.