Tuesday, April 22, 2008
Monday, April 7, 2008
Thursday, January 31, 2008
PENGALAMAN MENERIMA SURAT
PENGALAMAN MENERIMA
Menulis, mengirim dan menerima surat sebenarnya hal yang biasa saja. Namun kali ini saya akan menceritakan bagaimana kegiatan surat dan pos berlangsung di rumah baru kami di Pennsylvania.
Kami tinggal di perumahan semacam townhouse atau apartment kecil yang berderet-deret, mungkin kalau di Indonesia rumah petak. Beberapa hari setelah mendiami rumah kami harus menuju ke kantor Pos untuk melaporkan bahwa kami tinggal di alamat tersebut dan kalau ada surat agar diketahui tukang pos. Selanjutnya kami diberi sebuah kunci untuk pos di kotak
Untuk pengiriman surat, bagi kami tak ada masalah. Tinggal memasukkan di mana ada kotak surat yang kita temui. Namun biasanya kami memasukkan di kantor pos atau di sebelah perpustakaan kantor kami. Perbedaan yang kami temui adalah kalau terima surat. Surat yang biasa, artinya hanya amplop kecil regular, akan kami temukan di kotak surat kami, setelah membuka kotak dengan kunci yang telah diberikan. Untuk kiriman yang agak besar, biasanya diletakkan dalam kotak surat yang besar, di urutan paling bawah dari kelompok kotak surat di kompleks kami. Untuk mengetahu atau memberitahu bahwa kami ada kiriman agak besar, maka tukang pos akan menaruh kunci untuk membuka kotak yang agak besar . Kunci itu ditaruh dalam kotak pos kami. Jadi, kiriman paket atau buku-buku misalnya akan di tempatkan dalam kotak paling dasar tadi.
Nah, untuk kiriman paket yang besarnya melebihi ukuran kotak surat, maka kami akan menemukan secarik surat yang memberitahukan bahwa ada kiriman paket dan harus diambil di kantor pos. Jadi, tak ada surat yang dikirim langsung ke rumah. Agak ribet? Ya lain ladang lain belalang, lain restoran lain makannya……
GPS baru….?
GPS baru….?
Kalau di Jakarta kita tersesat masih bisa tanya pada orang lain yang kita temui, baik itu tukang ojek atau penjual Koran di perempatan. Nah kalau kita tersesat di Amerika kita tanya siapa? GPS…..
Di Jakarta pemasangan GPS masih barang baru dan langka,. Kota –kota lain di Indonesia bahkan belum mendapat kesempatan karena memang tak banyak investor yang mau memnanamkan uangnya di bisnis ini. Kenapa,…..? jawabannya jelas……masyarakat kita masih mau tolong menolong membantu orang yang tersesat di jalan. Jadi, kalau ada yang berinvestasi di bidang ini, tentu fokusnya kota besar karena memang pasarnya di sana.
Berbeda di AS, saat di AS hampir semua mobil pakai GPS, bahkan kini ada perkembangan terbaru dari GPS yang kita kenal selama ini. Memang GPS yang kita kenal selama ini terkadang mengharuskan kita menengok dan terganggu dengan suara instruksi penunjuk arah. Sebagai gantinya, GPS baru ini menuntun kita dengan gambar maya di kaca mobil kita yang merupakan serangkaian cermin yang dipasang di dashboard mobil digabung dengan teknologi laser.
Jadi, setelah kita memasukkan alamat tujuan, di kaca mobil akan tampak jalur yang harus ditempuh menuju sasaran. Persoalannya kalau diaplikasikan di Indonesia gimana ya….soalnya khan macet terus di jalan, bukankah pandangan ke depan juga menjadi sangat terbatas…?ada yang mau invest teknologi ini di Indonesia?
Mengunjungi West Point
Mengunjungi
Bagi perwira lulusan Akademi Militer di seluruh dunia, salah satu cita-cita yang ingin dicapai adalah mendapat kesempatan mengunjungi West Point, sebutan tak resmi dari United States Military Academy. West Point terletak di
Membandingkan kehidupan di
Fasilitas di USMA sangat lengkap, yang ingin saya sorot di sini adalah Gereja Katholik dan “masjid/sinagog/kelenteng bersama”. Gereja Katholik ada secara resmi di sebuah institusi militer adalah hal yang sangat jarang karena mayoritas penduduk AS adalah pemeluk Protestan dan secara tak langsung ada perseteruan untuk meraih puncak kepemimpinan di AS. Sebagai ilustrasi sepanjang sejarah AS, hanya ada satu presiden yang beragama Katholik, dan itupun mati ditembak, Kennedy. Nah, keberadaan gereja megah di
Sedangkan yang disebut “masjid/sinagog/kelenteng bersama”. adalah sebuah bangunan kecil yang digunakan oleh pemeluk agama minoritas melakukan kegiatan agamanya. Dilaksanakan secara berjadwal, bergantian tergantung bookingnya. Ada alquran, ada perlengkapan ibadah agama lain juga yang memang memanfaatkan fasilitas ini. Jadi kalau mau sholat di West Point, karena tak ada masjid resmio, gunakan saja salah satu ruangan yang ada di Interfaith Building.
Sedangkan tentang Taruna West point, mereka memakai seragam seperti anak SMA di Indonesia, dengan putih di atas dan bawah abu-abu. Saat ini ada sekitar 60 negara ikut berpartisipasi mengirim taruna di West Point.
Pada kunjungan ke West Point, beruntung kami mendapat kesemptan makan malam bersama para taruna West Point asal AS diikuti juga berbagai perwakilan negara yang ikut mengirim tarunanya sehingga bisa mendapatkan kesan mereka setelah mengikuti pendidikan di West Point ini. Makan malam sangat sederhana, karena memang dibuat menu seperti yang biasa mereka makan pada hari itu, namun demikian dibandingkan menu di Indonesia jelas menu makan mereka sangat mewah.
Kunjungan ke West Point menjadi salah satu kenangan menarik, apalagi menginap di hotel Thayer yang terletak tepat di depan pintu gerbang West Point dan merupakan hotel tua yang mewah. Salah satu yang mengurangi keindahan adalah ketatnya penjagaan dengan pemasangan barikade di depan gerbang lengkap dengan beton dan penjaganya. Secara keseluruhan kunjungan ke West Point direkomendasikan untuk anda yang ke
Mengunjungi Smithsonian Institution: National Air and Space Museum
Mengunjungi Smithsonian Institution: National Air and
Smithsonian Institution: National Air and
Salah satu keunggulan pertama yang kita temui di museum ini, kita tak dipungut biaya
Tentu saja sebagaimana sasaran tujuan wisata lainnya, disinipun tersedia berbagai macam souvenir tentang museum yang menarik. Jelas harganya mahal kalau di kurs dengan rupiah kita. Salah satu cara menyiasatinya adalah dengan memotret bermacam souvenir yang tersedia tanpa perlu membelinya. Di sini juga ada IMAX theater yang memutar film berkaitan dengan penerbangan. Adrenalin Rush adalah judul film yang kami tonton pada saat kami mengunjungi museum ini. Dengan tiket seharga 8,5 dollar, kita bisa menonton pertunjukan selama sekitar 30 menit, dan terhanyut ketegangan mengikuti jalannya kamera. Meskipun ceritanya bagus, tapi sebenarnya yang paling dinikmati adalah pengalaman berada pada ketinggian seolah menjadi pelaku di film tersebut.
Kalau kita merasa haus atau perlu mengisi perut setelah lelah menjelajahi fasilitas yang ada, termasuk simulator, kita bisa beristirahat di food court atau di bangku-bangku yang tersedia. Di dalam museum juga tersedia cukup toilet kalau kita mau buang hajat. Biasanya yang tak tersedia adalah waktu, kita harus pintar-pintar bagi waktu jika tak ingin sasaran tujuan wisata lain terlewati. Begitu banyak yang dilihat, begitu menarik yang dipertontonkan, namun juga begitu sempit waktu bagi kita.